# Tags
#Kampus

Menuju Keseimbangan Gender di Kampus Nommensen Medan

Oleh: Rimbun CD Sidabutar SE, MSi.

(Wakil Dekan 3 FEB UHN, Ketua Pembentukan Pusat Studi Gender dan Anak UHN)

Sekumpulan surat berjudul Pintu Duisternis tot Licht, pertama kali diterbitkan di Den Haag pada tahun 1911. Buku yang dalam Bahasa Indonesia itu berarti Dari Gelap Menjadi Terang itu dipublikasikan Mr. J.H. Abendanon, Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda.

Surat-surat itu ditulis oleh seorang perempuan pribumi yang kegelisahan terhadap keangkuhan sosial yang menganggap kaum hawa hanya pantas berada di dapur, sumur dan Kasur. Ya, perempuan pribumi menulis dan melakukan protes sosial. Kombinasi yang tabu di masa kekuasaan Hindia Belanda di Nusantara, kala itu. Ya, perempuat pribumi penabrak norma dan etika.

Pada 1922, sebelas tahun kemudian, buku itu disulih dan diterbitkan ulang oleh Balai Pustaka ke Bahasa Melayu bertajuk Habis Gelap Terbitlah Terang; Boeah Pikiran. Armijn Pane, sastrawan pelopor berdarah Batak berperan menerjemahkan surat-surat Kartini tersebut.

Berkat peran besar Armijn Pane, buku Habis Gelap Terbitlah Terang diterbitkan kembali dengan format berbeda pada 1938. Armijn membagi kumpulan surat-surat tersebut ke dalam 5 bab pembahasan guna menunjukkan tahapan perubahan sikap serta pemikiran Kartini selama menulis.

Kumpulan surat Kartini berhasil menginspirasi perempuan pribumi untuk bangkit dan berjuang untuk menjadi setara dengan laki-laki. Buku ini bahkan dicetak ulang sebanyak sebelas kali, juga diterjemahkan ke dalam Bahasa Jawa dan Bahasa Sunda.

Perjuangan Kartini tidak hanya sebatas tulisan di atas kertas, tetapi dibuktikan dengan mendirikan sekolah gratis khusus perempuan yang bernama Kartini School. Tak salah pula bila Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyematkan predikat Ibu Literasi Indonesia, selain tokoh perempuan pejuang emansipasi.

Buah pikir dan perjuangan Kartini terus berkembang, tak henti  menginspirasi. Perempuan Indonesia kini bebas berkarya, berkarir dan memimpin. Setara dan berkesempatan yang sama besar dengan kaum laki-laki. Bahkan di dunia Pendidikan, sejumlah  nama perempuan pernah dan sedang menjadi pemimpin sejumlah perguruan tinggi terbaik di tanah air.

11 Rektor Perempuan di Indonesia

  1. dr. Ova Emilia, M.Med., Ed., Sp.OG (K), Ph.D, Guru besar pertama di Indonesia bidang pendidikan dokter, rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) terpilih periode 2022-2027.
  2. Rina Indiastuti, Rektor Unpad periode 2019-2024. Guru Besar bidang ekonomi industri dan perbankan, FEB.
  3. Reini Wirahadikusumah, Rektor ITB periode 2020-2025. Guru Besar dan ketua Kelompok Keahlian Manajemen dan Rekayasa Konstruksi, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB.
  4. Dwia Aries Tina Pulubuhu, Rektor Unhas 2014-2022. Guru Besar bidang Sosiologi Unhas. Rektor perempuan pertama di Unhas.
  5. Ellen Joan Kumaat, Rektor Unsrat periode 2014-2018 dan 2018-2022.
  6. Dr. Sri Mulyani, Ak., ACPA., CA., Rektor Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) periode 2020-2024. Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran (Unpad)
  7. Sri Indarti, Rektor Universitas Riau (Unri) Periode 2022-2026. Rektor perempuan pertama di kampus biru langit tersebut.
  8. Risa Santoso, Rektor ITB ASIA Malang pada 2 November 2019 di usia 27 tahun dan menjadi rektor termuda di Indonesia.
  9. Dyah Sawitri, Rektor Universitas Gajayana (Uniga) Malang 2016-2020 dan 2020-2024.
  10. Retno Agustina Ekaputri, Rektor Universitas Bengkulu (Unib) periode 2021-2025.
  11. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A., Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2019-2023. Rektor perempuan pertama di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Guru Besar Sejarah Politik Islam.

 

Di Universitas HKBP Nommensen Medan, salah satu perguruan tinggi tertua di Pulau Sumatera, kesetaraan ini sangat nyata. Tercatat, dalam 5 tahun terakhir, persentasi unsur kepemimpinan di kampus ini terus mendekati keseimbangan. Persentase jabatan dekan, 70 persen dipegang kaum laki-laki dan baru 30 persen dijabat kaum perempuan. Meski memang terpaut, selisih jumlah ini menyusut untuk jabatan wakil dekan, dimana laki-laki sebesar 63 persen dan perempuan naik menjadi 37 persen. Untuk posisi Ketua Gugus Penjaminan Mutu (GPM), persentasenya sudah 45 persen dijabat kaum perempuan dan 55 persen diisi kaum laki-laki. Posisi Ketua Prodi (Kaprodi) bahkan 42 persen dipegang perempuan dan 58 persen oleh laki-laki. Khusus Kepala Tata Usaha (KTU) dan Kepala Bagian (Kabag), persentasenya benar-benar berimbang, 50 persen kaum perempuan dan 50 persen kaum laki-laki (lihat grafis).

Profil gender kepemimpinan organisasi di kalangan mahasiswa, persentase pemimpin perempuan bahkan mengungguli persentase kemimpinan laki-laki. Di organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa, 63 persen kaum perempuan menempati kepengurusan inti, berbanding 37 persen untuk kaum laki-laki. Pengurus inti Himpunan Mahasiswa Program Studi, 55 persen perempuan menjabat kepengurusan inti dan kaum laki-laki sebanyak 45 persen. Sedangkan di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), ada 58 persen perempuan yang menjadi pengurus inti dan menyisakan 42 persen untuk kaum laki-laki (lihat grafis).

Peran serta kaum perempuan juga menonjol di berbagai kompetisi tingkat nasional, regional dan lokal. Terbaru, Tim Riset dari Prodi Agribisnis berhasil menduduki peringkat 18 nasional dalam Loba Riset Sawit 2022-2023 yang diselenggarakan BPDPKS-Kemenkeu. Tim ini berjumlah 5 orang yang kesemuanya perempuan dengan ketua Fepi Efta Sidabalok.

Mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) atas nama Dina Rahel Simanjuntak pun ikut mencatatkan prestasi sebagai atlet panjat provinsi Sumut di PON XXI Sumut-Aceh cabang Panjat Tebing, setelah dalam seleksi menggondol 2 medali emas.

Prestasi mahasiswa perempuan dan kesetaraan pejabat perempuan memang terus berkembang. Tetapi perimbangan gender di level tinggi kepemimpinan, seperti dekan dan wakil dekan dipercaya akan terus menguat, Bahkan bukan tidak mungkin, perempuan akan menjadi rektor untuk pertama  kalinya di periode 2027-2031, saat usia Universitas HKBP Nommensen mencapai 73 tahun.