# Tags
#Bisnis

Gubernur BI Buka Webinar Literasi Keuangan “Like It” 2022

KampusMedan – Medan, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo membuka literasi dan inklusi keuangan “Like It” seri 1, Jumat (12/8/2022), yang digelar lewat webinar, bersama-sama dengan Menteri Keuangan, Ketua DK LPS dan Ketua DK OJK.

Pada webinar bertajuk “Investing, Invest in Sustainable Instruments (Berkelanjutan Berinvestasi Pada Instrument Keuangan Berkelanjutan), Perry Warjiyo mengatakan bahwa pelaksanaan webinar hari ini adalah  wujud sinergi yang kuat antara Kemenkeu, BI, LPS dan OJK.

“Ini tahun ketiga melakukan program Like it, yaitu tahun 2019, 2021 dan 2022. Investor ritel tahun 2019 sebanyak 2,5 juta,  tahun 2021 tidak lebihh5 juta, dan tahun 2022 meningkat  menjadi 9,3 juta. Meski peningkatan ini sangat menggembirakan, tapi ini masih 4 persen dari total penduduk Indonesia. Mari terus kita kembangkan pasar keuangan kita, kita tingkatkan jumlah investor ritel dan jumlah dana yang terkumpul yang diperlukan dalam pembangunan ekonomi kita”,ujarnya.

Perry Warjiyo berharap lewat webinar “Like It” ini masyarakat memahami instrument industri keuangan, mendukung perekonomian dan memberikan kepastian kepada investor, memahami return & risk, bijak berinvestasi merencanakan keuangan, bijak membeli dan menjual. Itu lah semangat proklamasi, mari berinvestasi karena kita cinta Indonesia.

Sementara itu, menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menegaskan bahwa meski pandemic Covid-19 semakin terkendali, namun itu tidak berarti pemulihan ekonomi berjalan lancar dan mulus, pada saat yang sama risiko perekonomian global bergesar dari pandemi ke non pandemi, yaitu dari geoipolitik maupun dari kenaikan disrupsi sisi supply, mendorong harga naik dan inflasi global dan mengakibatkan pengetatan.

“Kondisi ini menpengaruihi stabilitas keuangan, meningkatkan capital outflow, dollar index, suku bunga di Negara maju meningkat seiring dengan kenaikan inflasi. Dengan kondsisi global yang dinamis ini tentu tidak mudah menjaga pertumbuhan ekonomi. Ekonomi  Indonesia tumbuh 5,4 persen di semester pertama, didukung ekonomi domestik yaitu konsumsi dan investasi dan dari eksternal yaitu ekspor. Kita juga melihat pengangguran dan kemiskinan sudah mulai menurun,  dimana pengangguran 5,83% dan jumlah penduduk miskin turun dari 10 persen menjadi 9,54 persen”,tegasnya.

Menurut Menkeu, instrumen APBN menjadi paling penting, dan kinerja APBN hingga Juli melihat penerimaan Negara (pajak non pajak mengalami kenaikan 53%. “Kinerja ini kita gunakan sebagai bekal menangani shock di dalam perekonomian kita, APBN terus memberikan peran supaya pengaruhnya tidak terlalu besar ke perekonomian dan masyarakat kita”,tambahnya.

Menurutnya, peranan sektor keuangan sangat penting dalam menjaga stabilitas dan pemulihan ekonomi. Sebagai fungsi intermediasi yang penting, yang menghubungkan orang yang gmemiliki dana dan yang membutuhkan dana.

Menkeu menegaskan, kontribusi sektor keuangan terhadap perekonomian kita masih kecil, kapitalisasi pasar modal di Indonesia hanya 48%, harus terus didorong untuk semakin produktif. “Masih berorientasi pada akumulasi dana jangka pendek, ini sangat menyulitkan kebutuhan pembangunan yang membutuhkan sumber dana jangka panjang, misalnya pembangunan infrastruktur, yang butuh dana besar dan butuh pengembalian jangka panjang. Apalagi 80 persen asset keuangan masih dari sektor perbankan, mayoritas deposito. Industri asuransi yang bisa jangka panjang kontribusinya hanya 14%. Ini menjadi tugas Menkeu, BI, LPS, OJK yang tidak mudah”,pungkasnya.

Ketua Dewas Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, mengatakan ada tantangan saat ini berupa gap cukup besar antara inklusi dan literasi. Penetrasi produk dan jasa keuangan berkembang cukup pesat, di sisi lain risiko yang menyertainya masih kurang dipahami masyarakat.

“Oleh sebab itu dibutuhkan strategi yang terintegrasi dan intensif untuk memberikan pemahaman produk-produk industri keuangan nasional. Pemahaman tersebut bukan hanya soal fitur unggulan, tapi juga soal aspek pengelolaan risikonya. Hal ini untuk memperkuat aspek perlindungan nasabah, dan memaksimalkan literasi keuangan”,jelasnya.

Purbaya menjelaskan, minat menabung dan investasi nasabah dua tahun  terakhir meningkat signifikan, Pandemi Covid-19 menjadi momentum bagi masyarakat untuk semakin sadar akan pentingnya memiliki dana daruurat dan pentingnya investasi.

Menurut Purbaya, pada Juni 2022, simpanan masyarakat di perbankan 9,1 persen yoy. Jumlah investor di pasar modal meningkat, dimana Juni 9,3 juta investor, peningkatan ini terjadi di semua jenis instrument pasar modal, yang didominasi generasi muda di bawah usia 30 tahun mencapai 59,4% dari total investor individu di Indonesia.

Sedangkan Ketua Komisioner OJK, Mahendra Siregar mengatakan ada peluang besar peran investor dalam negeri untuk mendukung ketahanan pasar keuangan Indonesia. “Saat pandemi dinggap paling mencekam dan mengancam stabilitas perekonomian, justru membawa momentum positif kebangkitan investor ritel di Indonesia, tumbuh 370 persen menjadi 9,3 juta investor dibandingkan tahun 2019 pra pandemic hanya sebesar 2,5 juta investor”,tegasnya.

Namun demikian kita harus memperhatikan perkembangan tersebut dengan kebijakan yang tepat. “Sebab ada trend miss conduct, baik di pasar domestik maupun di pasar cross border. Ini harus ditindaklanjuti dengan peningkatan perlindungan investor, khususnya investor ritel”,tambahnya.

Menurut Mahendra, pemberitaan maraknya korban transaksi yang sebenarnya bukan investasi normal, karena dilakukan dengan berbagai modus atau menggunakan berbagai produk bahkan uang pinjaman untuk berinvestasui, merupakan sinyal yang sangat jelas bagi regulator untuk semakin meningkatklan pemahaman masyarakat berinvestasi secara aman.

“Salah satu pendorong utama masuknya investor muda adalah literasi yang semakin tinggi ditopang berbagai kanal informasi terutama lewat sosmed, di sisi lain digitalisasi membuat semakin mudah bertransaksi melalui internet, seperti aplikasi fintech. Generasi muda di dunia lebih suka berinvestasi pada instrument yang berkelanjutan secara proporsional dari keseluruhan portofolio mereka dibandingkan dengan generasi yang lebih tua. Investor 18-36 tahun mengatakan menginvestasikan 41% portofolionya pada investasi yang berkelanjutan, pada produk perusahaan dan lembaga yang memiliki kegiatan bisnis, yang mengelola sumber daya alam yang baik, memenuhi prinsip good governance yang baik”,pungkasnya.(RED/MBB)