# Tags
#Medan

Cabuli 7 Siswi SD, Oknum Kepsek/Pendeta di Medan Ditangkap

KampusMedan – Medan, Seorang oknum Kepala Sekolah (Kepsek) SD swasta di Medan yang juga seorang oknum pendeta berinisial BS akhirnya diamankan pihak kepolisian Polda Sumut, Senin (10/5/2021) siang. BS diamankan aparat Polda Sumut dalam kasus dugaan percabulan sejumlah siswi SD.BS diamankan di sekolahnya yang berada di Kelurahan Padang Bulan Selayang II, Kecamatan Medan Selayang, Kota Medan, Sumatera Utara.

Kasubdit Penmas Polda Sumut AKBP MP Nainggolan mengatakan, penyidik Sub Direktorat Remaja, Anak dan Wanita (Subdit Renakta) akan melakukan pemeriksaan.”Kalau LP-nya sudah diterima, tentu akan kita tindaklanjuti dengan memeriksa saksi-saksi dan bukti-bukti yang sudah diajukan ke ke penyidiknya,” kata dia.

Sebelumnya, Penyidik Renakta Ditreskrimum Polda Sumut pada tanggal 22 April mulai menyelidiki tempat hotel/wisma kelas melati dimana Kepsek BS yang diduga membawa korban siswi sd untuk dicabuli.Penyidik Renakta Ditreskrimum Polda Sumut bersama korban dan keluarga mendatangi tempat hotel melati di Kawasan Tanjung Sari, Medan Selayang dimana Kepsek Benyamin Sitepu diduga membawa korban siswi SD untuk dicabuli.

Kasubdit Renakta Ditreskrimum Polda Sumut AKBP Simon Sinulingga menyebutkan, pihaknya masih melakukan penyelidikan.Informasi yang dihimpun, kejadian percabulan yang diduga dilakukan oknum Kepsek BS ini terjadi di ruang kerja kepala sekolah.Dimana modusnya adalah saat pelajaran Agama, tersangka memanggil korban anak 13 tahun tersebut ke ruangannya, dan ada yang dibawa ke hotel melati. Lalu pelaku kemudian menutup mata korban dengan alasan mau diajari menari.Dalam kondisi mata tertutup, BS menggerayangi dada korban, kemudian pelaku juga mendudukkan korban di pangkuan pelaku dan dicabuli.

Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mengecam ulah oknum pendeta yang tega melakukan tindakan biadab kepada tujuh orang anak didiknya. Bahkan, ia mendorong agar pelaku mendapatkan hukuman suntik kebiri karena perbuatannya.

Menurut Arist Merdeka Sirait, kejahatan yang dilakukan terduga pelaku tersebut merupakan extraordinary crime yang memungkinkan untuk dimasukkan pasal kebiri kimia. Hukuman kebiri kimia sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.”Nanti dalam proses pemeriksaannya bila dilakukan terus menerus. Tentu itu ada syarat memang kalau apalagi dia kepala sekolah atau sebagai pendeta tentu juga bisa dikenakan pidana kebiri,” tegasnya beberapa waktu lalu.

Ia menyebutkan bahwa pemberatan lainnya yang dilakukan pelaku karena membujuk rayu dengan menggunakan modus agama.Arist menyebutkan bahwa hal tersebut adalah kejahatan kemanusiaan.”Korban selain dicabuli, tetapi ada juga dengan menggunakan bujuk rayunya menyampaikan ayat di kitab waktu pembelajaran agama. Dan itu merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan,” bebernya.

Lebih lanjut Arist menambahkan pelaku kejahatan pelecehan seksual terhadap anak dijerat dengan UU No 17 tahun 2016 tentang Penerapan Perpu No 1 /2016 tentang Perubahan Kedua UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang diancam minimal 10 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara.”Dan apabila dilakukan terus menerus dan korbannya banyak bisa dijerat penjara seumur hidup,” tegasnya.

Arist menuturkan, awal mula kasus ini terjadi saat pihaknya menerima laporan dari orangtua korban yang pada 9 April 2021 lalu melaporkan adanya percabulan ke kantornya.”Jadi awalnya ada dua orang tua datang pada hari Jumat lalu mengabarkan peristiwa pencabulan ini. Dan menyampaikan dokumen-dokumen. Sebenarnya ada tujuh korban,” ujar dia, Senin (12/4/2021).

Ia menerangkan, dari ketujuh korban tersebut ada 6 keluarga yang melakukan perdamaian dengan pendeta yang juga kepala sekolah dimana para korban bersekolah.”Tapi ada enam keluarga melakukan upaya perdamaian, terus saya tanya siapa pelakunya, ada seorang kepala sekolah dan berprofesi juga sebagai pendeta berinisial BS,” beber Arist.

Dari ketujuh korban tersebut ada satu orangtua anak yang melaporkan kasus tersebut ke Polda Sumut.Namun, ia menegaskan bahwa dari 6 keluarga anak yang sudah berdamai tersebut bisa dijadikan saksi, karena tidak mungkin ada perdamaian kalau tidak ada masalah.”Satu sudah melapor ke Renakta Poldasu, tapi ada dokumen yang disampaikan kepada saya. Ada 6 lagi melakukan perdamaian saya sampaikan itu juga bisa jadi saksi. Kenapa mungkin bisa ada perdamaian kalau tidak ada persoalan,” tegasnya.(TMC/MKM)