# Tags
#Bisnis

BI Terus Pertahankan BI7DRR 3,50%

KampusMedan – Medan, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 20-21 Juli 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%. Keputusan ini konsisten dengan prakiraan inflasi inti yang masih terjaga di tengah risiko dampak perlambatan ekonomi global terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

Demikian dikemukakan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Kamis (21/7/2022) ketika menyampaikan hasil rapat Dewan Gubernur BI. Menurutnya, Bank Indonesia terus mewaspadai risiko kenaikan ekspektasi inflasi dan inflasi inti ke depan, serta memperkuat respons bauran kebijakan moneter yang diperlukan baik melalui stabilisasi nilai tukar Rupiah, penguatan operasi moneter, dan suku bunga. Untuk itu, Bank Indonesia memperkuat bauran kebijakan dengan sejumlah upaya.

Upaya dimaksud menurutnya antara lain pertama, memperkuat operasi moneter sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi risiko kenaikan ekspektasi inflasi dan inflasi inti melalui kenaikan struktur suku bunga di pasar uang dan penjualan SBN di pasar sekunder. Kedua, memperkuat stabilisasi nilai tukar Rupiah sebagai bagian untuk pengendalian inflasi melalui intervensi ​​di pasar valas yang didukung dengan penguatan operasi moneter sebagaimana butir 1.

Ketiga, melanjutkan kebijakan transparansi suku bunga dasar kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga kredit Konsumsi. Keempat, memperluas QRIS antarnegara antara lain melalui akselerasi implementasi, piloting dengan penyelesaian transaksi menggunakan mata uang lokal (local currency settlement) dengan negara-negara di Asia, serta melaksanakan Pekan QRIS Nasional untuk pencapaian target 15 juta pengguna baru. Kelima, memastikan operasionalisasi Standar Nasional Open API Pembayaran (SNAP) khususnya Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) first mover berjalan lancar dan mempersiapkan implementasi second mover dengan target Desember 2022 serta memperluas QRIS crossborder, antara lain melalui piloting dan akselerasi implementasi. Keenam, memperkuat kebijakan internasional dengan memperluas kerja sama dengan bank sentral dan otoritas negara mitra lainnya, serta bersama Kementerian Keuangan menyukseskan 6 (enam) agenda prioritas jalur keuangan Presidensi Indonesia pada G20 tahun 2022.

Perekonomian global diprakirakan tumbuh lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, di tengah meningkatnya risiko stagflasi dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global. Tekanan inflasi global terus meningkat seiring dengan tingginya harga komoditas akibat berlanjutnya gangguan rantai pasokan sejalan dengan ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina yang terus berlangsung serta meluasnya kebijakan proteksionisme, terutama pangan. Berbagai negara, terutama Amerika Serikat (AS) merespons peningkatan inflasi tersebut dengan pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif sehingga menahan pemulihan ekonomi dan meningkatkan risiko stagflasi.

Pertumbuhan ekonomi berbagai negara, seperti AS, Eropa, Jepang, Tiongkok, dan India, diprakirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yang disertai dengan peningkatan kekhawatiran resesi di AS. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi global pada 2022 diprakirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya 3,5% menjadi sebesar 2,9%. Sejalan dengan perkembangan tersebut, ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi dan mengakibatkan terbatasnya aliran modal asing dan menekan nilai tukar di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Perekonomian domestik pada triwulan II 2022 diprakirakan terus melanjutkan perbaikan, ditopang oleh peningkatan konsumsi dan investasi nonbangunan serta kinerja ekspor yang lebih tinggi dari proyeksi awal. Berbagai indikator dini pada Juni 2022 dan hasil survei Bank Indonesia terakhir, seperti keyakinan konsumen, penjualan eceran, dan Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur mengindikasikan terus berlangsungnya proses pemulihan ekonomi domestik. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor lebih tinggi dari prakiraan sebelumnya, khususnya pada komoditas batu bara, bijih logam, dan besi baja didukung oleh permintaan ekspor yang tetap kuat dan harga komoditas global yang masih tinggi. Pertumbuhan ekonomi 2022 diprakirakan bias ke bawah dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia pada 4,5-5,3%.

Nilai tukar Rupiah mengalami tekanan yang meningkat sebagaimana juga dialami oleh mata uang regional lainnya, di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi. Nilai tukar pada 20 Juli 2022 terdepresiasi 0,60% (ptp) dibandingkan akhir Juni 2022, namun dengan volatilitas yang terjaga. Depresiasi tersebut sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global akibat pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif di berbagai negara untuk merespons peningkatan tekanan inflasi dan kekhawatiran perlambatan ekonomi global, di tengah persepsi terhadap prospek perekonomian Indonesia yang tetap positif.

Dengan perkembangan ini, nilai tukar Rupiah sampai dengan 20 Juli 2022 terdepresiasi 4,90% (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2021, relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Malaysia 6,41%, India 7,07%, dan Thailand 8,88%. Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati perkembangan pasokan valas dan memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sesuai dengan bekerjanya mekanisme pasar dan nilai fundamentalnya untuk mendukung upaya pengendalian inflasi dan stabilitas makroekonomi.(RED/MBB)