# Tags
#Kampus

Begini Tokoh Wanita Sumut Memaknai Hari Kartini

Setiap tahun Hari Kartini diperingati di Indonesia, dan berbagai lapisan masyarakat memberikan opini yang berbeda-beda tentang makna peringatan Hari Kartini, atau bagaimana menyikapi perjuangan RA.KArtini di era saat ini. Kali ini redaksi KampusMedan.com mewawancarai sejumlah tokoh wanita berpendidikan tinggi di Medan. Begini cara mereka memaknai Hari Kartini tersebut.

Rektor UDA, Dr.Irene Silviani.MSP
Menurut Rektor Universitas Darma Agung (UDA) Medan, Dr.Irene Silviani MSP, wanita sekarang ini pantas berterimakasih kepada perjuangan RA.Kartini. Hasil perjuangan RA.Kartini kita nikmati saat ini dengan kesetaraan di berbagai aspek kehidupan dengan pria, baik di bidang pendidikan, pekerjaan dan kedudukan.

“Tapi saya tidak setuju kalau wanita harus mengemis kesetaraan tersebut. Seperti saya sendiri, saya tidak mengemis kesetaraan dengan pria, saya berjuang membuktikan diri bahwasanya saya mampu. Begitu saya menyelesaikan S3 di Ilmu Komunikasi Unpad, saya tidak langsung didudukkan di jabatan seperti sekarang ini. Saya buktikan dulu memimpin dan membawa kemajuan di S2 Isipol UDA, bagaimana kolaborasi dengan teman-teman berjuang memantapkan akreditasi, berjuang meningkatkan jumlah mahasiswa baru. Jangan sikit-sikit minta kesetaraan, kalau belum berbuat apa-apa, tapi action dulu. Kalau kita bisa buktikan prestasi kita, kesetaraan itu otomatis datang dengan sendirinya”,ujarnya.

Dr.Irene Silviani MSP berharap mahasiswi saat ini giat berjuang dalam bidang pendidikan, karena hanya melalui pendidikan mahasiswi mampu berjuang membuktikan kemampuan di berbagai aspek, mampu berbakti kepada orangtua, akhirnya memperoleh kesetaraan itu lewat pembuktian kemampuan. “Jangan pernah mengemis kesetaraan dengan pria, sebab kalau kesetaraan sebagai hasil mengemis akan mempermalukan wanita itu sendiri kelak”,pungkasnya.

 

Dosen S2 UNPRI dan Pegawai BPJS, Dr. Rasinta Ria Ginting, SE.Ak, M.Si, AAAKMenurut Dr.Rasinta Ria Ginting, hal yang spesifik menjadi pembeda antara perjuangan Kartini dulu dan Kartini masa kini adalah kebebasan. “Saya menyebutnya dengan istilah Tidak Bebas Bereksplorasi untuk Kartini dulu, hal ini terlihat dalam perjuangan Kartini melawan diskriminasi untuk mendapatkan kesetaraan pendidikan, kebebasan berkarya, maupun berkarir. Sedangkan perjuangan Kartini masa kini, saya menyebutnya Kartini Yang Bebas Bereksplorasi Dengan Batasan, namun jangan kebablasan”,ujarnya.

Dr. Rasinta Ria Ginting, SE.Ak, M.Si, AAAK

Rasinta yang juga Anggota Bidang Ekonomi Kreatif Perkumpulan Cendikiawan Karo Indonesia dan juga anggota Bidang SDM Infrastruktur Forum Akademisi dan Praktisi Desa Sumut menambahkan, perjuangan kartini dengan membuka diskriminasi dan kebebebasan dalam pendidikan, berkarya maupun berkarir mendorong perempuan modern saat ini untuk berani melawan stereotip perempuan dalam mengejar mimpi dan cita-citanya, semangat yang dilegacykan oleh Kartini tersebut, semangat untuk memajukan tidak hanya dirinya sendiri, namun lebih untuk bisa menyumbangkan yang terbaik bagi bangsa, bagi masyarakat dan juga bagi keluarganya, namun tidak kebablasan dengan tidak melupakan kodratnya sebagai perempuan, yaitu sebagai istri dan sebagai ibu yang akan membesarkan putra-putrinya.

Soal wanita karir, menurut Rasinta wanita karir ikut menggerakkan ekonomi keluarga. Bahkan dimasa pandemi ini, perempuan yang bekerja dari rumah juga memiliki peran penting. Mereka menjalankan tiga peran sekaligus, yaitu beradaptasi dengan sistem WFH, mendidik anak-anaknya yang sekolah dari rumah, dan menyelesaikan pekerjaan “ibu rumah tangga”.

Terlebih lagi di masa pandemi, peran perempuan yang menjadi tenaga kesehatan terlihat nyata. Banyak tenaga kesehatan perempuan menjadi garda terdepan penanganan Covid-19 melalui implementasi berbagai program kesehatan. Wanita karir harus dapat menyeimbangkan serta meningkatkan aspek fisik, aspek intelektual dan aspek mental spiritual dengan baik, agar lebih cakap dalam melakukan kewajibannya.

Namun, yang perlu terus diingat adalah sebagai kartini masa kini, wanita yang bebas bereksplorasi namun dengan batasan, yaitu bukan hanya bisa mengejar impian saja namun mengingat krodatnya sebagai istri, yang bukan menjadi kompetitor suami, namun menjadi pelengkap dan supporting keluarga, sebagai ibu yang menjadi pintu pertama dalam memberikan pendidikan kepada anak-anaknya

Oleh sebab itu Rasinta berahrap mahasiswi memaknai perjuangan kartini diera digital saat ini dengan mobilisasi online saat ini, berkembangnya perusahaan startup yang berbasis tekhnologi, dimana seiring dengan perkembangan bisnis fintech, dari bank centric menjadi customer centric, munculnya ekosistem digital, maka perusahaan lebih banyak merekrut SDM yang mempunyai talenta dalam bidang tekhnologi informasi.

Menurutnya hal ini menjadi tantangan besar mahasiswi diera digital saat ini, mahasiswi harus “tahu” media sosial dan “melek digital”, harus melatih diri berinovasi dengan menghasilkan ide-ide baru dan bermanfaat.Saat ini dengan perkembangan digital, hendaknya mahasiswi yang non mahasiswi IT, harus menambah kompetensi tentang manajemen inovasi bisnis digital maupun manajemen strategi bisnis digital sehingga dapat bersaing.

Direktur Politeknik Wilmar Bisnis Indonesia Medan, Dr.Jenny Elisabeth, MS

Menurut Dr.Jenny, Kartini berjuang untuk kesetaraan hak bagi wanita, yang diperuntukkan bagi seluruh wanita di Indonesia, bahkan bukan untuk dirinya. Meniru semangat Ibu Kartini, maka wanita karir juga harus berkarya bukan hanya utk kepentingan dirinya sendiri, tapi kepentingan banyak pihak, terutama untuk keluarganya dan wanita-wanita lain.

Dr.Jenny Elisabeth MS

Pelajar wanita dan mahasiswi menurut Dr.Jenny yang juga Pembina Forum Akademisi dan Praktisi Desa (Fapdes) ini, sudah memperoleh kesempatan pendidikan yang tidak diperoleh oleh banyak wanita lainnya.

Karena itu untuk memaknai hari Kartini, para pelajar wanita dan mahasiswi mestinya berefleksi diri dan berkomitmen ulang untuk menjalani studinya dengan baik, serta tidak menyia-nyiakan waktu dan kesempatan yang ada. Pendidikan yang mereka peroleh merupakan hasil perjuangan Ibu Kartini, yang akan menjadi pintu masuk menuju kesuksesan.

Di Indonesia tidak ada lagi perbedaan hak antara wanita dan pria dalam segala aspek. Dengan demikian, Dr.Jenny mengatakan bahwa wanita tidak perlu menuntut hak kesetaraan lagi, meskipun di banyak kesempatan seorang wanita harus menunjukkan prestasi sedikit lebih dari pria untuk memenangkan peluang karir yang ada.

 

Dekan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Budi Darma, Nelly Astuti Hasibuan MKom

Tidak sedikit masyarakat berpendapat, untuk apa perempuan sekolah tinggi-tinggi, toh akhirnya ke dapur juga. Menurut Nelly Astuti Hasibuan MKom, meski wanita berpendidikan akhirnya ke dapur, namun harus bisa membawa perubahan signifikan, sehingga kedepan wanita tidak takut berkarir, dan bisa berperan ganda dengan baik.

Nelly Astuti Hasibuan.MKom

“Memang tetap ke daput, tapi lihat dapurnya dapur siapa. Dapur milik wanita berpendidikan pasti berbeda dong, bukan soal mahalnya bahan-bahan makanan yang dibeli, tapi soal pengaturan gizi kepada anak dan suami, pengaturan penyajian bagi anak dan suami, dapur yang bisa menjadi tempat diskusi dan pembelajaran bagi anak-anaknya, pada akhirnya akan membangun dan menciptakan SDM yang berkualitas dan berkarakter”,ujarnya.

Nelly mengatakan bahwa saat ini wanita Indonesia tak lagi menuntut hak, karena hak itu sudah dituntut RA.Kartini, maka saat ini wanita Indonesia tinggal membuktikan, apakah mampu atau tidak sejajar dengan pria dalam berbagai aspek.

Bagaimana dengan Wanita karir? Nelly sangat setuju, wanita berpendidikan bisa bagi waktu dan peran, apalagi didukung teknologi seperti sekarang ini. “Saya lihat teman-teman berperan ganda, sebagai ibu rumah tangga dan wanita karir fine-fine aja, mampu membagi waktu, didukung teknologi yang bisa memantau kondisi anak di rumah, karir juga jalan dengan baik, apalagi didukung pemahaman suami yang satu frekwensi”,pungkasnya.

 

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Harapan, Dra.Listiorini SE MSi

Dra.Listiorini SE MSi

Menurut Dra.Linstiorini SE MSi, kesetaraan yang dinikmati wanita Indonesia saat ini merupakan buah perjuangan RA.Kartini dulu. Oleh karena itu perjuangan Kartini tersebut harus disyukuri dan diapresiasi dengan cara melanjutkan perjuangan RA.Kartini tersebut, memanfaatkan kesetaraan tersebut sebaik-baiknya, bukan menjadikan kesetaraan tersebut menjadi sebuah kebebasan tanpa arah.

Listiorini setuju wanita menempuh pendidikan setinggi-tingginya, setuju wanita berkarir setinggi-tingginya, tapi jangan melupakan kodrat sebagai ibu. “Pembentukan karakter anak dimulai dari keluarga, dan seorang ibu dituntut membagi waktu bagi anak, dituntut perannya membangun karakter anak, menjadi sahabat,juga menjadi guru bagi anak, apalagi saat pandemi dimana anak belajar secara online. Ibu yang berpendidikan akan mampu mengarahkan anak belajar secara online dengan baik , karena tidak jarang kita dengar dan baca banyak ibu yang stress mengajari anaknya belajar di rumah selama pandemi”,jelasnya.

Dekan Fakultas Ekonomi UMN Dr.Anggia Sari Lubis MSi

Menurut Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muslim Nusantara (UMN) Medan ini, perempuan Indonesia patut berbangga karena sudah banyak perempuan yang berada pada posisi-posisi strategis, baik di lingkungan organisasi, perusahaan maupun di tataran pemerintahan.

Dr.Anggia Sari Lubis, MSi

“Kartini masa kini, dihadapkan pada banyak peran ganda, seperti saya yang menjalani banyak peran diantaranya yang utama sebagai seorang anak perempuan yang berbakti kepada orang tua, seorang istri dan ibu dari 3 orang anak, seorang pemimpin di fakultas, dan pengurus di berbagai organisasi. Wanita saat ini harus mampu menentukan skala prioritas dalam menjalankan peran ganda tersebut, dan menjaga keseimbangan agar tujuan dari setiap peran dapat tercapai”,tegasnya.

Bagaimana wanita karir memaknai perjuangan kartini masa kini? Woman supporting Woman katanya. Menurut Ketua Bidang Kelembagaan Desa dan Kerjasama Forum Akademisi dan Praktisi Desaa (Fapdes) ini,  wanita karir saat ini harus mampu mendukung perempuan lainnya. “Kita tahu dalam berkarier saat ini dihadapkan pada berbagai tantangan dan perubahan. Untuk menyikapi perubahan dan tantangan tersebut, setiap wanita dalam menjalin hubungan pertemanan harus bisa saling mendukung dan selalu memberikan hal positif kepada teman lainnya.

Wanita akan semakin tangguh dalam berjuang jika adanya dukungan dari perempuan lainnya. Apalagi di era digital dalam memasuki Society 5.0 sekarang ini, perempuan bisa bekerja dengan berbagai bentuk dan cara yang beragam. Perempuan saat ini semakin melawan stereotip melalui prestasi perempuan dalam karier pekerjaaan, mengembangkan potensi dalam diri. Berkarir saat ini merupakan aktualisasi diri perempuan dengan memiliki semangat juang tinggi, kepercayaan diri, yakin terhadap kemampuan yang dimiliknya”,ujarnya.

Ditanya bagaimana generasi muda sekarang, katakan mahasiswi memaknai perjuangan Kartini di era digital saat ini, Dr.Anggia Sari Lubis MSi mengatakan, seorang mahasiswi harus siap menghadapi perubahan terutama perubahan di era digital. “Mahasiswi harus memiliki motivasi untuk berprestasi baik prestasi akademik maupun non akademik. Mahasiswi harus berani dan percaya diri dalam mengemukakan pendapat yang ingin disampaikan dengan tetap memperhatikan etika dan sopan santun. Mahasiswi harus saling mendukung dan mengutamakan kerjasama, kreatif dan inovatif”,tutupnya. (Mangasi Butarbutar)