# Tags
#Kampus

Begini Konsep Belajar yang Baik Menurut Praktisi Pendidikan

KampusMedan – Jakarta, Apakah kamu pernah merasa belajar jadi sebuah keharusan saja? Atau, apakah kamu pernah berpikir kalau usahamu dalam belajar sudah berhasil kalau bisa mengalahkan orang lain? Praktisi pendidikan Bukik Setiawan mengatakan, pemikiran-pemikiran di atas bisa timbul karena adanya miskonsepsi belajar atau konsep belajar yang keliru dalam penerapan belajar seseorang sehari-hari.

Bukik mengatakan, konsep belajar yang keliru salah satunya yaitu pemikiran bahwa belajar adalah keharusan. Ia menambahkan, konsep belajar yang salah ini tidak hanya ditemui pada siswa atau mahasiswa, tapi juga pada guru dan dosen.

“Murid ketika ditanya juga begitu, misal ‘kenapa kamu belajar matematika?’, jawabannya ‘karena harus belajar matematika Pak.’ Mahasiswa kalau ditanya juga kalau ditanya, jawabannya begitu. ‘Kenapa kamu ambil mata kuliah ini?’ Dijawab ‘karena mata kuliah ini wajib Pak’. Guru juga ditanya, jawabnya begitu. ‘Kenapa ambil pelatihan ini?’ Jawabannya ‘karena dapat penunjukan Pak dari dinas’,” kata Bukik dalam webinar 10 Tahun Rumah Belajar: Kiprah Rumah Belajar Menyukseskan Merdeka
Belajar di kanal YouTube Kemendikbud RI, Kamis (15/7/2021).

Ia mengatakan, pemikiran bahwa belajar adalah semata-mata keharusan membuat seseorang belajar sesuatu yang tidak relevan dengan kebutuhan dirinya sendiri dan kebutuhan masyarakat di lapangan. “Belajarlah karena kebutuhan,” kata Bukik.

Lulusan Magister Psikologi Universitas Airlangga (Unair) ini mengatakan, konsep belajar keliru kedua yaitu pemikiran bahwa belajar karena adanya pihak eksternal. Pihak yang dianggap memunculkan motivasi belajar ini, lanjutnya, mencakup guru, atasan, orang tua, dan pihak lain yang dianggap akan memerhatikan atau mengawasi proses belajar.

Ia mengatakan, miskonsepsi pemikiran bahwa belajar dilandasi karena adanya pihak eksternal ini terlihat dalam pembelajaran di masa pandemi. Sebab, guru tidak memiliki kontrol penuh terhadap ruang kelas virtual dan murid di rumah masing-masing. Miskonsepsi ini, tuturnya, membuat siswa tidak belajar bila tidak ada yang mengawasi.suai kondisi dan jadilah adaptif, sehingga bisa belajar tanpa perlu tergantung dengan kehadiran pihak eksternal tersebut,” kata Bukik.

Ketua Yayasan Guru Belajar ini mengatakan, konsep belajar keliru ketiga yaitu pemikiran bahwa sebuah upaya belajar berhasil bila sudah mengalahkan orang lain. Ia mengingatkan, upaya belajar berhasil bila seseorang berhasil mengalahkan diri sendiri di hari lalu dengan membuat progres belajar ke. Progres belajar, lanjutnya, bisa didapat dengan cara menguasai sebuah kompetensi lebih baik dari sebelumnya.

Bukik mengatakan, membandingkan diri sendiri dengan orang lain malah berisiko memunculkan perasaan inferior yang tidak sehat untuk mental dan proses belajar.”Tidak akan selesai-selesai membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Dan tidak fair (tidak adil) untuk membandingkan diri seperti itu karena kondisi antarguru, kondisi antarsekolah dan kondisi antarmurid itu berbeda. Membandingkan dengan orang lain itu malah akan melahirkan perasaan inferior dan melahirkan perilaku jalan pintas,” kata Bukik.

Konsep belajar yang baik

Pemikir konsep Merdeka Belajar ini menuturkan, konsep belajar yang baik yaitu adanya kemerdekaan selama belajar. Ia mengatakan, kemerdekaan dalam belajar berarti punya kewenangan mengatur sendiri tanggung jawabnya dalam belajar.

Ia mengatakan, dengan begitu, seseorang bisa menerapkan cara belajar di rumah selama pandemi Covid-19 yang mandiri. Cara belajar di rumah selama pandemi covid-19 ini disesuaikan dengan kemauan dan kebutuhan tanpa disuruh dan diawasi.

“Dalam (konsep) Merdeka Belajar, itu (namanya) belajar mandiri. seperti Ki Hajar Dewantara bilang: tidak terperintah, berdiri tegak karena kekuatan sendiri, cakap mengatur hidupnya dengan tertib. Jadi belajar itu karena kebutuhan diri sendiri. Jika tidak bisa pakai sebuah belajar, bisa cari cara belajar sendiri,” jelasnya.

Bukik menuturkan, konsep belajar yang baik yaitu belajar karena punya kemauan dan kebutuhan sendiri, memilih bantuan teknologi dari opsi yang tersedia, dan adanya dukungan aspek sosial seperti interaksi dengan guru, penggerak, dan komunitas belajar.

Ia mencontohkan, konsep belajar yang baik yaitu kemauan seseorang belajar membatik karena ingin dan merasakan kebutuhan untuk menguasai kompetensi ini. Siswa yang tengah belajar membatik, lanjutnya, bisa memilih teknologi apa yang ingin dia gunakan untuk membantu pembelajaran selama membatik.

Ia menambahkan, contoh bantuan integrasi teknologi informasi seperti layanan Rumah Belajar dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) juga bisa digunakan untuk mempercepat kemampuan belajar.

Dikutip dari laman Rumah belajar Kemendikbud, layanan belajar multimedia yang sudah 10 tahun digerakkan ini berisi bahan belajar audio, video, gambar, dan lain-lain. Fitur Augmented Reality Rumah Belajar di antaranya memungkinkan siswa belajar dengan kemauan sendiri karena pengalaman belajar immersive yang lebih menyenangkan.

Ketua Yayasan Guru Belajar ini menambahkan, interaksi dengan guru dan komunitas membantu siswa, guru, mahasiswa, dan dosen lebih berstamina dalam belajar. “Makin solid lingkungannya, maka belajarnya bisa lebih lama,” kata Bukik.

Bukik mengatakan, konsep belajar yang baik juga melibatkan refleksi atau evaluasi diri sendiri terhadapa kelebihan dan keterbatasan yang ditemui selama belajar.”Pahami hal-hal yang perlu ditingkatkan dan bagaimana melakukannya. Pelajar (dengan konsep belajar yang baik) juga mampu menilai pencapaian dan kemajuannya, mandiri dalam mampu mengatur prioritas belajarnya, dan dapat menentukan cara-cara yang sesuai untuk belajar secara adaptif,” kata Bukik.(DTC/MBB)