# Tags
#Bisnis

Antisipasi Resiko dengan Literasi Asuransi

Seluruh lapisan masyarakat di dunia hingga saat ini selalu bertanya-tanya kapan Pandemi Covid-19 akan berakhir. Dokter atau bahkan virolog sekalipun tidak bisa memastikannya. Itu sebabnya petinggi WHO terus meminta seluruh Negara di dunia tetap menjalankan protokol kesehatan.

Kepala WHO Tedros Adhanom hanya mengatakan, bahwa fase bahaya akibat Covid-19 akan berakhir di pertengahan 2022, dengan syarat vaksin sudah meluas secara merata dan keparahan gejala yang dibawa varian Omicron tidak seberat varian sebelumnya.Direktur Darurat WHO Michael Ryan pun mengatakan, bahwa 2022 akan menjadi titik balik pandemi yang bisa berubah statusnya menjadi endemi.

Menyadari ketidakpastian pandemi Covid-19 tersebut, harusnya masyarakat dunia secara umum dan masyarakat Indonesia secara khusus melakukan sejumlah langkah yang pasti, yaitu memastikan menjaga kesehatan menjadi suatu kebiasaan. Mencuci tangan dengan sabun menjadi kebiasaan, memakai masker di kerumunan menjadi kebiasaan, mengatur pola makan menjadi kebiasaan, dan memiliki asuransi kesehatan menjadi kesadaran bersama.

Kesadaran memiliki asuransi kesehatan bagi masyarakat Indonesia saat ini memang menjadi tantangan, karena literasi masyarakat akan asuransi kesehatan harus kita akui masih rendah. Sebenarnya pentingnya memiliki asuransi kesehatan bukan hanya saat terjadi pandemi saja, pada saat kondisi normal pun kepemilikan asuransi kesehatan sangat penting, sebab yang namanya manusia pasti mengalami sakit penyakit. Hanya saja jauh lebih penting dan mendesak di saat pandemi.

Kurangnya literasi masyarakat akan asuransi disebabkan banyak hal, antara lain faktor pendidikan, faktor pendapatan, termasuk belum optimalnya peranan pemerintah lewat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan perusahaan asuransi memberikan edukasi kepada masyarakat. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengakui bahwa saat ini literasi masyarakat terhadap manfaat asuransi jiwa masih lemah. Hal ini terlihat dari Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan yang dilakukan OJK pada tahun 2019 yang menunjukkan indeks literasi keuangan mencapai 38,03% dan indeks inklusi keuangan 76,19%, di mana di dalam capaian tersebut, literasi asuransi hanya tercatat sebesar 19,4%, lebih rendah dari indeks literasi perbankan yang mencapai 36,12%.

“Kalau dibandingkan dengan industri jasa keuangan secara total, kita ini sedikit sekali jumlah literasinya dan kelihatan jomplang. Kita ingin berperan aktif untuk meningkatkan literasi ini. Jadi masih banyak yang pemahamannya kurang pas. Kita sedang meluncurkan kampanye pahami perlindunganmu. Kita ajak berbagai stake holders agar masyarakat lebih paham kegunaan asuransi,” ungkap Ketua Bidang Marketing dan Komunikasi AAJI, Wiroyo Karsono dalam Media Visit AAJI ke salah satu perusahaan media di Jakarta secara virtual, Kamis (17/2/2022).

Saya seorang jurnalis yang juga seorang dosen dan mengampu mata kuliah Manajemen Investasi dan Portofolio, sering mendapat jawaban dari mahasiswa bahwa lebih bagus menabung di bank ketimbang memiliki polis asuransi jiwa secara umum dan asuransi kesehatan secara khusus. Bahkan yang lebih mirisnya lagi, dosen mereka katanya mengatakan bahwa perusahaan asuransi layaknya seperti drakula, karena perusahaan asuransi menginvestasikan premi nasabah di pasar modal, mendapatkan untung besar dan nasabah dirugikan.

Inilah bukti edukasi yang diberikan pemerintah dan perusahaan asuransi masih kurang, bahwa mahasiswa bahkan dosen pun belum sadar pentingnya asuransi kesehatan. Manfaat menabung di bank mereka sadar, tetapi apa resikonya kalau hanya memiliki tabungan di bank apalagi di saat pandemi mereka belum paham.

Misalnya Anto memiliki tabungan di bank senilai Rp100 juta. Saat dia terpapar Covid-19 dengan gejala berat, tidak semua jenis obat dicover BPJS. Maka yang bisa diambil dari bank hanyalah senilai Rp100 juta, dan itu pun belum tentu cukup. Berarti habislah tabungannya, dan muncul pertanyaan baru bagaimana Anto dan keluarganya melanjutkan hidup.

Jika saja Anto memiliki polis asuransi kesehatan dari Generali Indonesia misalnya, maka sampai ratusan juta rupiah pun biaya pengobatan di rumah sakit akan dicover Generali. Itu berarti resiko finansial Anto ditanggung Generali Indoensia, tabungannya di bank senilai Rp50 juta tetap aman dan tidak berkurang, maka Anto lebih tenang menjalani hidup pasca terpapar Covid-19.

Nasabah Asuransi Generali di Medan yang baru-baru ini menerima manfaat, yaitu Machmud, yang sebelumnya terdiagnosa positif COVID-19 dan harus menjalani perawatan di rumah sakit dengan total klaim lebih dari Rp530 juta, Kamis (31/3/2022) mengatakan bahwa total klaim rumah sakit tersebut sepenuhnya sudah dibayarkan Generali. Berarti tabungannya yang ada di bank tetap aman, dan Machmud tetap semangat bekerja, tetap semangat menjalani hidupnya dan keluarganya karena tabungannya di bank tetap terjaga.

Setelah sadar asuransi kesehatan dan telah menerima manfaat tersebut, Machmud pun memasukkan anaknya nasabah Generali. “Memiliki polis asuransi menjadi salah satu
keputusan terbaik dalam hidup saya. Ketika pandemi mulai masuk ke Indonesia, saya berpikir keluarga saya harus memiliki proteksi asuransi, karena siapapun berpotensi besar tertular virus COVID-19. Namun awalnya hanya saya yang terproteksi, tapi setelah menerima manfaat dari Generali, dan saya makin sadar manfaat asuransi,  saat ini seluruh anggota keluarga saya sudah terproteksi asuransi di Generali”,ujarnya.

Tidak jarang juga kita membaca berita, nasabah perusahaan asuransi menggugat ke pengadilan. Kondisi ini disebabkan kurangnya literasi nasabah tentang sejumlah klausula yang tertera di polis, bahkan mungkin tidak membacanya dan langsung tanda tangan kontrak karena ada hubungan famili dengan agen pemasaran atau karena hal lain. “OJK sering menerima pengaduan. Dari hal ini OJK melihat dari dua sisi. Dari sisi konsumen, tingkat literasinya masih rendah dan lembaga keuangannya tidak menjelaskan kepada konsumen dengan baik. Jadi ini yang akan OJK perbaiki di Bulan Inklusi Keuangan,” ujar Anggota Dewan Komisioner bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Tirta Segara, dalam acara Media Briefing terkait Bulan Inklusi Keuangan (BIK) yang bertajuk Bangkitkan Ekonomi Bangsa, Selasa (28/9/2021).

Keluhan OJK ini sebenarnya tidak boleh menjadi beban perusahaan asuransi saja, OJK sebagai institusi pemerintah juga harus mengambil peran dalam melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat luas. Ada kecenderungan daerah-daerah yang sulit dijangkau memiliki angka literasi yang lebih rendah dibanding kota besar. Literasi harus dilakukan secara masif dengan cara-cara yang inovatif. Sebab, tantangannya begitu besar, mulai dari aksesibilitas, tingkat edukasi, demografis sampai faktor geografis. Di era canggih saat ini, literasi asuransi secara digital lebih efektif karena memiliki daya jangkau yang lebih luas tanpa perlu bertatap muka. Selain itu aksesibilitas lebih efisien, milenial friendly dan approachable untuk para pengguna sosial media. Fakta bahwa 85% transaksi digital didukung oleh generasi milenial dan Z, 59% populasi Indonesia aktif menggunakan sosial media.

Peringatan Hari Asuransi setiap tanggal 18 Oktober pun jangan hanya dilakukan secara seremonial saja, tapi harus senantiasa dijadikan momentum untuk meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai asuransi.

Ada empat alasan pentingnya asuransi di masa pandemi.Pertama, menurunkan risiko finansial. Di masa pandemi seperti saat ini, kondisi ekonomi negara yang ikut terperngaruh tentu membuat sebagian kondisi finansial keluarga mungkin juga ikut terpengaruh. Dengan adanya asuransi, kita tidak perlu khawatir lagi jika sakit. Pihak asuransi akan mencakup biaya perawatan kita saat mendapat perawatan di rumah sakit.

Kedua, Investasi. Investasi yang dimaksud di sini adalah dengan asuransi, kita memiliki dana cadangan untuk kondisi tak terduga di masa mendatang. Uang jaminan yang kita berikan kepada pihak asuransi dapat kita cairkan saat kontrak bersama pihak asuransi kesehatan telah selesai. Sehingga uang jaminan ini dapat kita gunakan di masa mendatang untuk kondisi yang tidak terduga.

Ketiga, beban lebih ringan saat sakit. Saat sakit, tentu kita memikirkan banyak hal seperti rutinitas yang harus terhenti sementara, fokus untuk proses pemulihan, termasuk dalam memenuhi biaya perawatan yang kita jalani dirawat di rumah sakit. Dengan asuransi, beban kita akan berkurang karena biaya perawatan asuransi akan ditanggung oleh pihak asuransi kesehatan. Pihak asuransi akan mencakup biaya perawatan kita saat sakit sesuai dengan polis (perjanjian) yang kita setujui bersama pihak asuransi.

Keempat, memberikan perlindungan terhadap diri dan keluarga. Dengan menggunakan asuransi, kita memberikan perlindungan terhadap diri dan keluarga. Kita tidak perlu khawatir lagi untuk melakukan perawatan saat kita atau keluarga sakit. Sehingga kita dan keluarga dapat mendapatkan pelayanan kesehatan dengan tenang dan nyaman.

Keempat alasan ini perlu diedukasi dan disosialisasikan pemerintah, AAJI, perusahaan asuransi, bahkan lewat kurikulum pendidikan di sekolah. Di perguruan tinggi sendiri, porsi materi kuliah perbankan jauh lebih besar dibandingkan asuransi. Asuransi Generali Indonesia memang sudah banyak melakukan edukasi kepada masyarakat, tetapi upaya Generali Indonesia tidak boleh berhenti, bahkan harus terus ditingkatkan secara berkelanjutan.

Kolaborasi Binar Academy dan Generali dalam Mewujudkan Edukasi Teknologi dan Literasi Keuangan Sabtu 15 September 2018 patut diapresiasi. Kita berharap para generasi muda yang sudah melek asuransi ini ikut mensosialisasikannya kepada masyarakat lainnya.

Sikap Generali Indonesia yang dengan tangan terbuka menerima kunjungan mahasiswa dari berbagai universitas, seperti Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran, Institute Pertanian Bogor, Universitas Islam Bandung, Universitas Islam As-Syafiiyah, dan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, hendaknya ditiru perusahaan asuransi lainnya dalam upaya meningkatkan literasi asuransi di Indoensia. Penulis Mangasi Butarbutar, Wartawan media online kampusmedan.com